Indonesia adalah negara yang berkembang, mulai dari kultur sosial hingga moda transportasinya. Tak khayal semuanya juga merupakan pengaruh tersendiri bagi kelakuan dan kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita.
Dahulu marak kecelakaan dan insiden yang menyebabkan resiko yang fatal, bahkan sampai sekarangpun tak jarang. Beberapa kali bahkan mereka mati terkapar, di tengah jalan. Kadang organnya hancur dan darahnya keluar mengalir seperti keringat mengucur deras, cukup lelah untuk menahan sakit dan akhirnya mati. Di kilometer delapan, sepanjang Karanganyar. Mungkin sudah tak terhitung berapa banyak nyawa disikat tanpa ampun di aspal hitam tersebut. Berikut berdasar pengalaman dan hasil penjelasan teman-teman yang tinggal di sepanjang Jalur Tengkorak.
Sebutan untuk Jalur Tengkorak sendiri, lahir bukan dari warga Karanganyar sendiri, namun justru datang dari sebutan orang-orang luar kota, konon dari Jakarta yang baik pernah mengalami kemistisan ataupun kecelakaan namun selamat atau yang hanya sekedar menyaksikan korban meninggal sia-sia. Mungkin karena jalur pantura juga memiliki sebutan yang sama karena maraknya kecelakaan hebat di kawasan tersebut.
Nah, malam itu saya nongkrong di HIK teman saya yang berada di jalur tersebut, kami ngobrol banyak, tentang kecelakaan-kecelakaan laka di daerah itu dan lainnya. Nyeletuknya, dia sebut jalanan daerah kami itu "Jalur Tengkorak", dari situ saya langsung pulang dan ada gagasan membuat lirik lagu tentang jalan ini. Alhasil, sekarang HIK tersebut malah dikenal dengan sebutan HIK Jalur Tengkorak.hahaha
Bapak-bapak itu juga bilang, "Cah saiki yen ngepit yak-yak'an, yen tibo nangis!" (kalau naik sepedea udal-ugalan, kalau jatuh nangis)
Kembali ke topik, mulai dari sebab musabab, banyak yang mengistilahkan “Upeti Demit” yang maknanya bahwa demit-demit penunggu jalan selalu meminta tumbal setiap tahunnya, karena tidak sedikit kecelakaan misterius nan aneh terjadi. Tak jarang jika Demit itu sendiri adalah khas Indonesia. Atau karena bangsa Asia yang katanya sangat menghargai simbol? sehingga hal-hal tersebut sangat kental dan dipercayai, atau terkadang hanya untuk menutupi kesalahan sang pengendara itu sendiri saja, bisa juga bukan? Baiklah kita mulai berbagi kisahnya saja, spesifik muali dari kota kami sendiri, Karanganyar.
Awal start ketika pengalaman pertama sejak pindah Masaran adalah ketika insiden di timur Lapangan Jaten terdapat sebuah SD, SDN Jaten III. Kerap kali hampir tiap tahun bahkan, minimal satu siswa harus rela meregang nyawa di jalur tersebut. Entah sudah berapa bus yang dibakar berkat keahliannya mencabut nyawa.
Di Bonjot, biasa orang menyebutnya Batas Kota, juga seringkali menyebabkan korban nyawa, dan kebanyakan para siswa sekolah. Bukan hanya bus bahkan kerap juga sesama pengendara motor yang saling kejar waktu. Bahkan karena harus mengejar waktu, mereka harus kehabisan waktu terlalu cepat. Dan seringkali membahayakan orang lain. Saya cuma berani mengintip dari jendela bus saja.
Dan yang paling rajin adalah Jalur yang yang melintasi palang perlintasan kereta api di Palur, bukan sebuah hal baru tatkala kecelakaan bus dengan kereta api dan menghasilkan korban nyawa yang sudah seperti mitos hidup saja. Yang terbaru adalah ketika sepasang suami istri hendak ke pasar, jam 3 dinihari. Kejadiannya di timur pasar Jaten, konon kepala sang istri pecah. Dan penyebabnyapun adalah bus yang ugal-ugalan.
Beberapa tahun yang lalupun, jika ada yang masih mengingat, salah satu motor Metalhead Karanganyar sekaligus Anak laki-laki Bupati Karanganyar yang sekarang, juga harus melepas hidupnya di Jalur sepanjang timur harapan.
Jikapun satu-persatu harus diungkap semua, dan saling menyadari bahaya, bukankah Jalur Tengkorak sudah cukup memberi label “Waspada atau Mati” bagi kita. Mungkin memang yang diceritakan hanya segmentasinya di lingkup Karanganyar saja, tapi saya yakin diluar sana banyak kisah dan kenyataan yang perlu diwaspadai, berapa banyak lagi korban yang harus mati karena ugal-ugalannya sopir bus/truk yang kejar setoran? Pemuda-pemuda ngawur dan asal sikat gas asal kencang? Apalagi Jalanan Jaten-Kusumahadi-SKI kerap kali dipakai untuk drag race secara liar.
Akan tetapi sekarang intensitas balapan sudah berkurang dan hampir lenyap, mungkin karena BBM naik lagi tahun ini, disertai polisi yang rajin patroli dini hari. Mungkin masih banyak cerita-cerita lain yang sama dengan daerah kami, dan mungkin malah lebih.
Ya seperti itulah faktanya Karanganyar, sebenarnya mereka tidak pernah tertidur, hanya saja kita kurang waspada.
Aspal itu sudah terlalu panas, Menggilas atau tergilas!!
Ini rambu-rambu di daerah Jawa Timur |
Bankeray CD and Merchandise Click here!!
Follow Us on Twitter: @Bankeray