“Ah…sialan, gagal acaraku hari ini….sh!t!!!,” Batinku memberontak.Acara yang sudah lama kunanti, kini harus bias kulupakan karena hujan datang. Namun aku tak mau menyalahkan hujan. Karena hujan datangnya dari Tuhan dan semua langkah Tuhan adalah kebenaran.
Gemuruh suara adzan dari berbagai TOA masjid di kampungku memberikan sentuhan harmonisasi nada mengiringi suara dominan hujan. Namun aku tak lantas tertipu oleh nada-nada adzan yang menurutku malah membuat agama ini tidak indah. Aku tak suka dengan suara adzan yang bersahut-sahutan. Padahal sama-sama menyembah Tuhan yang sering diberi nama ALLAH dan berada di koordinat daerah yang sama pula, tapi hanya untuk urusan adzan saja kenapa harus berbeda dan tidak senada? Apakah ini keretakan agama yang dijanjikan-Nya kepada Rosul-Nya?
Ah.., aku tak peduli, yang jelas aku menjalankan apa yang ku bisa persembahkan untuk-Nya. Toh aku yakin tuhan ku tak akan pernah ingkar janji, untuk memasukkanku ke surga-Nya kelak.
Setelah gemuruh suara perpecahan itu berakhir semuanya, aku bergegas menuju kamar mandi dan berharap hujan akan reda seusai saya mandi. Selesai mandi bukannya hujan reda namun malah semakin deras. Putus asaku untuk menyaksikan satu-satunya band Thrash dari kota Solo, Karang anyar lebih tepatnya, Bankeray. Band yang bukan merupakan nama baru di telinga saya. Band yang sebenarnya dulu saya tidak begitu suka, hanya tahu satu lagunya yaitu "Putrasetan".
Namun setelah beberapa perubahan dan sedikit sentuhan entah dari siapa, band ini sangat banyak berubah ketika saya melihatnya di Rock In Solo 2011 lalu. Perform-nya sangat-sangat berubah dibanding di Rock In Solo 2010. Karakter vokalnya lebih ngeeeehhhh. Dan saya suka itu. Tapi sangat saya sayangkan sebagai orang yang menyukai band tersebut tidak memiliki CD-nya. Itu semua karena memang mereka tidak menjual CD-nya, dibagikan secara gratis. Pantas langsung habis di pasaran. Semoga album mereka selanjutnya nanti bisa dihargai.
***
Namun semua itu mungkin hanya menjadi duka yang tak terbayar harganya. Dalam sholat maghrib u berharap kepada yang Kuasa untuk memberhentikan hujannya sejenak. Akhirnya setelah aku selesai sholat maghrib hujanpun mulai reda. Tanpa piker panjang kuganti baju kok-ku dengan kaos Bankeray, kupakai celana jeansku dan jaket jeansku, serta tak ketinggalan sepatu warriorsku. Saat hendak selesai menalikan sepatuku tiba-tiba terdengar suara yang tidak bersahabat bagiku.
“Woi…!!! Ameh nang endi??? Dandanan koyo wong edan. Nek rupamu ganteng ngono rapopo, lha rupo elek we kok kemaki. Ameh nonton band-band-an to kowe???!!!!” Teriaknya lantang.Aku segera menoleh, ternyata ibuku berdiri di belakangku dengan sedikit marah-marah dan “cengengesan”.
“Ora kok bu, lha wong ameh latian teater kok.” Jawabku dengan tipuan melasku.Ibu saya memang tidak suka jika saya harus pergi melihat gigs. Semua itu dilakukannya karena beliau takut jika saya harus kembali ke “per-ciu-an” lagi. Beliau lebih suka rumahnya berisik oleh suara-suara speaker di rumah daripada aku harus pergi ke suatu gigs. Namun aku tetap saja nekat, toh aku juga bisa jaga diri.
“Ngko angger nganti nonton band-band-an, wes rasah mulih sisan. Titenono.” Gertak ibuku ketus.
Setelah aku berpamitan dengan ibuku, aku langsung bergegas memacu bebek besiku, warisan dari kakekku. Dengan sebatang rokok di tangan kiriku, kupacu dikisaran 30km/jam sambil menikmati dinginnya udara malam itu. Baru 1 Km perjalananku, jalan yang kulalui terendam air setinggi 40cm. Kutetap saja hajar terus jalanan yang terendam air itu. Tepat di depan Kampus di daerah Pabelan motorku dipaksa berhenti oleh sebab yang tak ku-ketahui. Maklum karena aku bukan lulusan SMK.
“Waasyuuu…ngopo iki??" Teriakku ditengah kebanjiran dan kepanikanku.Terpaksa kurendam kakiku yang masih bersepatu. Kutuntun balik motorku, menuju bengkel 24 jam di sekitar daerah itu. Akhirnya kutemukan bengkel yang masih buka juga, tak jauh dari lokasi motorku terhenti. Tanpa pikir panjang kuserahkan sepenuhnya motorku kepada mas bengkel yang tidak ku ketahui namanya. Lama menunggu hujan tak mau betahan lagi, kini mulai mengguyur tanah ini lagi. Aku sudah tidak berpikiran apakah aku masih akan pergi nonton Bankeray atau tidak, yang terpikir di otakku hanyalah bagaimana membuat orang tuaku tidak marah, itu saja. Dengan jiwa pahlawan dan kemaki-nya, mas bengkel tadi mengotak-atik semua ornamen di motorku, semua tedeng dilepas hingga terlihat rangkanya saja.
“Bajindul, motorku di obrak-abrik ngene ki, karep’e piye?? Isoh ora jane, kat mau kok mug utak-utek karburasi wae.” Batinku mulai tak percaya dengan mas bengkel.
Setelah lama di otak-atik, akhirnya kini mas bengkel mencoba untuk menggenjot-genjot motorku. Hasilnya tetap nihil. Kemudian diotak-atik lagi bagian businya.
“Ayo semangat mas….!!!” Teriakku kepada mas bengkel.Kembali lagi dia menggenjot-genjot motokku. Digenjot-genjot terus motorku, hingga semburan api keluar dari knalpot motorku.
“Menenggo sek wae le, lungguh’o kono sek.” Jawabnya singkat.
“Asu…mbledos.!!” Teriaknya sambil melepas pegangannya di motorku, sehingga tersungkurlah motorku di tanah.
“Apane seng mbledos mas??? Tapi yo ra dibanting koyo ngono kuwi no mas.” Tanyaku sedikit geram melihat motorku tersungkur.
“Paling karburasine rusak, kelebon banyu le, aku rawani ngowahi mengko ndak keliru, aku pegawai anyaran kok le, dadi during mudeng babagan koyo ngono kuwi. Ngertiku mung ganti oli karo nambal ban le.” Jelasnya dengan sedikit ketakutan melihat tampang geramku.
“Pisan ngkas njuk ngapuro yo le, iki motormu ben nang kene sek, sesuk ben digarap seng duwe bengkel.” Tambahnya.
“Ora popo mas, santai wae.” Jawabku dengan senyum palsuku.
"Asu, neg ra isoh, mbok ngomong kat mau rasah kemaki. T.” Batinku mulai memanas.
Tanpa pikir panjang ku terima saja saran mas bengkel goblokan ini, untuk menitipkan motorku di bengkel tersebut. Dan segera ku SMS temanku untuk menjemputku dan mengantarku pulang.
Malam kian larut, gelap semakin meyergap, langkah yang berderap kian mengendap, air mata tuhan pun telah mongering. Aku masih duduk termenung menunggu temanku. Dalam termenungku terbayang apa yang bakal dilakukan oleh orang tuaku jika aku pulang tidak membawa motorku.
Apa aku harus menipu mereka kembali??? Jika aku harus menipu pasti hasilnya juga sama, malah masalah semakin bertambah. Jika harus berkata jujur? Apa itu akan menjaminku lepas dari masalah. Setelah beberapa detik otakku berdiskusi, akhirnya kuputuskan untuk bicara semuanya pada orang tuaku nanti. Tak peduli apa yang akan mereka lakukan terhadapku nanti. Yang jelas aku akan bertanggung jawab atas segalanya ini. Tak lama kemudian temanku datang dan aku segera naik ke motornya.
Motorpun mulai dijalankan menuju rumahku. Sesampainya di rumah, aku sedikit takut untuk masuk rumah, takut untuk bertemu orang tuaku. Akhirnya ku beranikan diriku untuk menemui orang tuaku dan bercerita semuanya. Dan syukurlah orang tuaku tidak marah, mereka malah bangga kepadaku.
Satu pelajaranku hari itu, dimana ketidakjujuranku berakibat pada rusaknya motorku, dan harus rela melewatkan aksi gila mas Alta, mas Anton, mas Hanung, mas Izman, dan mas drummer yang tidak kuketahui siapa namanya.
Ditulis oleh: Riski Ade Pradesta | Punya band Thrash Metal juga bernama SETHRASH. Silahkan follow Twitternya: @destasethrash | Kartasura, Solo. 07 April 2012
Ilustrasi oleh: https://www.facebook.com/profile.php?id=100000573842233 | Riski
***
Terima kasih sangat yaw untuk Cerpen dan tulisan jujurnya dari jong Riski. Lain kesempatan kita menggilas bersama...SALUTE!! \m/
Quote: THRASHno iki dudu mung dolanan.....!!!! - R.A.P
Bankeray CD and Merchandise Click here!!
Follow Us on Twitter: @Bankeray
Bankeray Booking information, merchs, gigs: 083876-969-666